Saturday, May 5, 2018

Catatan dan tips investasi di masa bearish

Merupakan sebuah self reminder bagi penulis pribadi, apa yang harus dilakukan ketika IHSG sedang mengalami bearish seperti saat ini dimana IHSG sudah rontok dari puncaknya sekitar 6500an pada februari lalu sampai di bawah 5800 akhir minggu ini. Biasanya ketika IHSG sedang koreksi, bisa berlangsung berbulan-bulan, terakhir seperti masa koreksi pertama yang penulis alami ketika baru memulai investasi saham pada 2015 silam dimana setelah bullish sepanjang 2014, IHSG mulai tren penurunannya pada april yang berlanjut hingga september. Setelah itu IHSG mulai rebound, walaupun baru memulai tren bullishnya lagi pada Q3 2016. Jadi pada waktu itu tren penurunan IHSG berlangsung selama 6 bulan.

Dan akan berlangsung seberapa lamakah koreksi IHSG sekarang?



Tidak ada yang bisa memprediksi secara pasti tentunya, apalagi penulis sendiri, karena masih terbatasnya ilmu dan wawasan makroekonomi saya sendiri untuk bisa menganalisis dampak dari peristiwa-peristiwa global yang terjadi belakangan terhadap perekonomian Indonesia dan IHSG khususnya. Yang saya tahu sebagai investor adalah membeli saham yang mempunyai prospek bagus dengan harga semurah-murahnya. Kalaupun perusahaannya tidak bisa dibilang bagus, yang sedang-sedang juga gak apa-apa asal belinya murah dan perusahaannya untung dan bertumbuh. Saya pribadi  jarang mengikuti perkembangan bisnis dan ekonomi global, hanya kadang-kadang saja seperti IHSG yang koreksi belakangan. Dan itupun hanya tau di permukaannya saja.

Kembali lagi ke IHSG yang sedang sakit sekarang, saya hanya bisa berpendapat bahwa meskipun di statistik BEI menunjukkan bahwa investor domestik sudah mendominasi pasar lebih dari 50% dibanding investor asing, tidak serta merta berarti IHSG dibawah kontrol kita para investor domestik. IHSG tetap memerlukan asing untuk mendapatkan momentum bullish. Dan asing ini baru akan tertarik "kembali" ke Indonesia apabila perekonomian Indonesia menunjukkan sinyal positif dan lebih "menarik" dibandingkan negara-negara lain. Keluarnya asing sejak akhir 2017 kemaren disebabkan oleh adanya peluang investasi yang lebih menarik di tempat lain, dan pada saat ini disebabkan oleh kenaikan suku bunga acuan AS oleh The Fed.

Dan hukum yang jamak diketahui oleh para investor pastinya adalah efek domino yang dihasilkan oleh 3 variabel ekonomi berikut: suku bunga - inflasi - pertumbuhan/perlambatan ekonomi. Kenaikan suku bunga akan menekan inflasi karena secara tidak langsung akan mengurangi peredaran uang di masyarakat. Peredaran uang di masyarakat berkurang karena bank dan lembaga permodalan lainnya cenderung akhirnya lebih menyukai menyimpan uangnya dalam bentuk obligasi/sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah karena bunganya lebih tinggi. Dan tentunya investasi kepada pemerintah lebih terjamin daripada harus meminjamkan uang kepada masyarakat yang sarat resiko terjadinya kredit macet. Karena uang yang beredar di masyarakat berkurang, maka bisnis-bisnis susah berekspansi yang efeknya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi. Dan berlaku hal sebaliknya. Untuk kasus Amerika sendiri, The Fed menaikkan suku bunga karena menganggap fundamental perekonomian Amerika membaik, pertumbuhan bisnis sudah mencapai harapan, pengangguran berkurang dan berbagai indikator positif lainnya.

Hal inilah yang menyebabkan para investor asing akhirnya menarik uangnya dari IHSG untuk kemudian dibawa ke Amerika, karena saat ini Amerika lebih menarik, dan mungkin inilah yang dimaksud oleh Trump bahwa ia akan "menarik kembali dolar-dolar ke Amerika Serikat". Ditambah lagi saat ini perekonomian kita terlihat tidak bagus karena rupiah yang sedang tidak stabil dan terancam jatuh ke 14000an. Disaat bersamaan pemerintah belum bisa meyakinkan masyarakat terutama investor terkait pelemahan rupiah saat ini, walaupun pemerintah berulang-ulang kali menyampaikan bahwa pelemahan rupiah lebih dipengaruhi oleh indikator eksternal, yaitu faktor Amerika tadi. Pemerintah juga merilis data-data fundamental perekonomian Indonesia yang intinya ekonomi Indonesia masih dalam kondisi yang baik seperti terkendalinya inflasi, membaiknya ekspor, dan proyeksi pertumbuhan ekonomi di 2018 yang dikatakan lebih baik dibandingkan 2017. Tapi tetap saja investor sepertinya belum yakin dan masih menimbang-nimbang keadaan yang sebenarnya.

Anyway, menurut penulis pribadi, biarkanlah hal di atas menjadi makanannya para ekonom-ekonom profesional, dan kita menjalankan tugas kita sebagai investor. Bukan berarti kita acuh tak acuh terhadap isu-isu yang sedang terjadi, tetapi cukup mengambil kesimpulan dan sebab akibat yang terjadi seperlunya serta sedikit pandangan terhadap prospek ke depan. Yang perlu kita yakini adalah, bahwa secara historis, IHSG pasti akan mengalami koreksi, bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, tetapi pada akhirnya IHSG toh akan naik lagi. Dan seperti yang Opa Buffet sering katakan, "Fearful when others are greedy and greedy when others are fearful". Jadi sekarang sudah saatnya kita "Tamak"!




Tapii, bagaimana cara tamak yang baik dan benar? Berikut catatan saya, sekaligus reminder bagi diri saya sendiri

1. Anda boleh tamak, tapi tamaklah pada tempat yang tepat. Jangan tamak semerta-merta karena suatu saham harganya sudah turun jauh, dan ternyata turunnya karena memang fundamental perusahaannya jeblok. Jadi tugas kita sebagai investor, tetap baca dan rangkum laporan keuangan Q1 perusahaan-perusahaan, filter mana yang bertumbuh laba dan aset bersihnya, kemudian tentukan harga wajarnya. 

Saya pribadi lebih menyukai PBV daripada PER untuk menentukan harga wajar perusahaan, karena PBV berlandaskan nilai buku yang sifatnya riil dimiliki oleh para investor, sedangkan PER cenderung fluktuatif, bisa saja di suatu kuartal perusahaan pendapatannya jeblok tapi di kuartal berikutnya pendapatannya naik signifikan. Incaran kita adalah perusahaan dengan PBVnya sudah turun drastis sehingga nilainya < 1. Kalaupun tidak lebih kecil daripada 1, mahal-mahal dikit gak apa-apalah, asalkan proyeksi ROEnya di akhir tahun nanti bagus, biasanya yang dianggap bagus > 12% (nanti apabila sempat mungkin kita akan bahas kaitan PBV dengan ROE ini). 

Dan ada banyak perusahaan yang telah menerbitkan laporan keuangan Q1 dengan pertumbuhan pendapatan YoY yang signifikan. Tapi ingat, walaupun pertumbuhannya luar biasa, pilihlah perusahaan yang harganya sudah termasuk kategori "murah", karena ada banyak perusahaan yang growth labanya luar biasa, sudah turun banyak karena IHSG koreksi dalam, tapi harganya masih tergolong "mahal".

2. Tamaklah berkali-kali. Jangan menghabiskan sumber daya kita hanya dalam satu kesempatan. Jangan jadi One Punch Man intinya. Maksudnya adalah, ketika kita sudah menemukan saham yang sudah jadi "murah", bertumbuh, dan prospeknya tahun ini bagus, maka jangan habiskan dana Anda dalam satu hari. Jadi bagilah dana Anda menjadi 3 atau 4, apabila Anda menemukan saham yang pada hari itu menurut Anda sudah cukup murah, maka belilah dengan menggunakan 1/3 atau 1/4 dari dana yang dimiliki. Sisa dananya, simpan dulu, ketika nanti anggaplah 2 minggu atau sebulan kemudian dia turun banyak lagi, maka gunakan dana yang seperempatnya lagi, dan seterusnya. Hal ini untuk mengantisipasi seandainya IHSG terkoreksi dalam waktu yang lama (dan biasanya koreksi IHSG memang berlangsung berbulan-bulan). Apabila seandainya setelah dibeli sahamnya langsung naik, toh paling tidak kita sudah mendapatkan sahamnya walaupun sedikit. Tapi hal ini sangat jarang terjadi di masa bearish seperti saat ini.

Dan lagi, masa bearish ini sebenarnya sangat cocok untuk para karyawan yang setiap bulannya rutin menerima gaji sehingga tiap bulan selalu memiliki amunisi baru untuk membeli lagi saham yang diminati pada harga yang lebih murah. Ketika katakanlah ternyata harganya rebound, cek dulu kondisi IHSG dan pasar, apabila masih bearish, hold dulu dana Anda, dan tunggu ketika sahamnya perlahan turun kembali.

3. Rearranging Portfolio. Bahasanya sih keren, tapi sebenernya maksudnya hanya meyakinkan diri kita sendiri terhadap prospek saham-saham yang telah atau akan kita pegang. Kebanyakan kasus adalah ketika kita lagi dalam posisi "nyangkut" sehingga jadi ragu-ragu apakah akan dijual sehingga rugi atau dikeep saja. Lalu apakah kita harus menjual semua saham kita? Tidak harus. Tergantung fundamental perusahaan yang Anda miliki. Jadi memang balik lagi, kita harus membaca laporan keuangan dan prospek bisnis sektor dari saham yang kita miliki. Dan bisa dibilang, seandainya ada perusahaan yang fundamentalnya ternyata jadi jelek setelah 3 bulan, maka mau gak mau Anda harus menjualnya dan menyusun lagi portofolio baru yang lebih prospektif. Jadi pada dasarnya, seorang investor akan meninjau kembali portofolionya setiap 3 bulanan.

Jadi hal yang wajar bagi seorang investor untuk berada dalam posisi nyangkut, asalkan dia memiliki analisis dan pertimbangannya sendiri terhadap sahamnya tersebut. Saya sendiri memiliki beberapa saham yang sedang dalam posisi nyangkut. Tapi karena sebelumnya saya membeli di harga yang menurut saya ketika itu sudah cukup murah, dan fundamental perusahaannya masih bagus, maka nyangkutnya Alhamdulillah gak gede-gede amat (paling tidak sampai saat ini). Contoh, saya memiliki saham Bukit Asam yang dibeli dalam range 3000-3300, walaupun PTBA sudah naik banyak sejak 2016, tapi pada saat itu menurut saya PTBA masih di harga yang "murah", karena bisnisnya lagi bagus (harga batubara masih stabil di $90an, bahkan sempat menembus $100 dolar februari lalu). Walaupun sempat turun ke 2800, tetapi langsung balik lagi ke 3000-3400an (lagi: paling tidak sampai saat ini). Dan menurut saya PTBA masih menunggu momentumnya untuk naik lebih lanjut (harusnya loh ya, bisa saja saya salah). Karena bisnis batubara masih bagus, perusahaan masih membukukan pertumbuhan laba 66% dibanding Q1 2017, dan seandainya pertumbuhan ini berlanjut hingga akhir tahun, maka ROE Bukit Asam bisa mencapai 35-38% tahun ini. Nilai ROE ini sangat bagus dibandingkan saham-saham batubara lainnya, bahkan dibandingkan dengan saham-saham industri lain di BEI.

Tapi tetap, pelajari juga resiko bisnis di masing-masing sektor saham yang kita miliki. Apabila kita gak ngerti sama sekali tentang bisnisnya, kita bisa baca dari annual report perusahaan, materi public expose perusahaan, dan publikasi-publikasi resmi perusahaan di website BEI (perusahaan biasanya selalu memberikan publikasi terkait kehebohan yang terjadi di media massa ataupun masyarakat dan menampilkan jawaban resminya di situs idx.co.id, di bagian keterbukaan informasi). Sebagai contoh yang kemaren hot di sektor batubara, yaitu pemberlakuan DMO (domestic market obligation) oleh Pemerintah melalui kementrian ESDM dimana harga batubara untuk penjualan domestik (baca: PLN) tidak lagi mengikuti harga pasar, tapi ditetapkan $70 per ton dan pembatasan minimum batubara yang harus dijual ke PLN dari masing-masing perusahaan batubara. Tentu saja hal ini akan berimbas ke Bukit Asam, tapi seberapa dahsyat pengaruhnya ke pendapatan Bukit Asam baru dapat dibuktikan pada Laporan Keuangan Q2 nanti. Ketika kemaren saham PTBA sempat turun ke 2700an, tidak lain inilah penyebabnya, karena kebanyakan investor sensitif terhadap kabar seperti ini, padahal belum tentu PTBA akan turun drastis pendapatannya sampai mengganggu fundamentalnya. Dan kalau nanti ternyata benar menyebabkan fundamental perusahaan jadi tidak bagus (setelah laporan keuangan resmi dari perusahaan tentunya), katakanlah ROEnya jadi turun drastis, maka silakan langsung menjual PTBA. Tapi untuk sekarang, nikmati dulu saja dividen PTBA yang yieldnya 9%an.

Mungkin 3 hal itu dulu yang menjadi catatan saya. Terutama nomor 2, sangat susah dilakukan, karena sifat manusia yang cenderung buru-buru dan tidak sabaran. Ada banyak kejadian dimana dalam periode bearish, saya pribadi menemukan saham yang sudah cukup murah, tetapi langsung membelinya saat itu dengan semua dana yang dimiliki, walaupun minggu-minggu atau bulan berikutnya masih akan turun lagi. Hal ini sering terjadi karena sikap buru-buru tadi dimana saya harus membeli saham di jam kerja, jadi nyuri-nyuri waktu disela-sela pekerjaan, dan pada akhirnya merasa gak mau repot untuk mengecek lagi harga saham di kesempatan berikutnya Jadi mari kita belajar untuk sedikit santai, rileks, dan terutama sabar ketika membeli dan menjual saham, tidak perlu terburu-buru, karena toh harganya gak bakal kemana-mana, apalagi di periode bearish ini. Terdengar gampang, tetapi susah dipraktekkan.

No comments:

Post a Comment