Tuesday, July 17, 2018

Beli di harga murah, Jual di harga mahal

Jika seorang pedagang ditanya bagaimana cara untuk menghasilkan keuntungan dari suatu perdagangan, maka tentu saja jawaban yang akan ia berikan adalah jual lah produk Anda dengan harga yang lebih tinggi daripada ongkos pembelian atau pembuatan produk itu. Apabila pertanyaan yang sama Anda ajukan kepada seorang investor di pasar saham, maka mungkin ada banyak jawaban yang bervariasi yang akan Anda dapatkan.

Bagi penulis sendiri, jawabannya mungkin bisa diamati dari beberapa tulisan hasil analisis saham yang pernah diulas di web ini. Dan tampaknya jawabannya akan mirip dengan jawaban pedagang di atas. Belilah saham pada harga murah, jual lah pada harga tinggi. Jawaban ini akan berbeda antara suatu investor dengan yang lainnya. Ada seorang kerabat yang saya kenal, yang hanya membeli saham satu emiten saja. Tidak peduli ketika harganya mahal ataupun murah, ia tetap membeli saham tersebut walaupun saham tetangga harganya tengah meroket dan diburu semua investor. Dan walaupun begitu, anehnya ia tetap mendapatkan keuntungan dan merasa puas dengan metode tersebut.



Dan berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi selama menjalankan aktivitas investasi saham ini, perbedaan tersebut tampaknya disebabkan karena perbedaan karakter masing-masing investor. Sebagai contoh, ada lagi salah seorang rekan penulis, yang mempercayakan investasinya kepada teman kuliahnya yang membuat sebuah start-up yang bergerak di bidang investasi. Metodenya ia akan mendapatkan gain apabila portofolionya beruntung dan keuntungan tersebut dibagikan setiap bulan. Dan rata-rata ia "hanya" mendapatkan gain sekitar 4-5% per bulan setelah dikurangi potongan jasa dan lain-lain. Apabila portofolionya rugi, maka ia tidak akan mendapatkan keuntungan bulanan tadi. Dan menurut ia, metode ini merupakan metode yang paling cocok  dengan dirinya yang tidak mau repot.

Adalagi saat ini yang belakangan sering penulis temukan yaitu following the bandar. Ilmunya kita kenal dengan bandarmologi dimana pada intinya kita mengikuti aktivitas si bandar. Apabila bandar tengah akumulasi maka kita ikut akumulasi, apabila si bandar distribusi maka saat itulah kita mulai ikut menjual saham yang kita miliki. Dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kedepannya akan semakin banyak metode-metode baru yang digunakan oleh para investor untuk meraih keuntungan di pasar modal. Dan menurut penulis, tugas sebagai seorang investor adalah menemukan suatu metode yang memberikan keuntungan baginya sekaligus paling cocok dengan karakteristik pribadinya sendiri.

Oke, kembali lagi ke metode yang paling sesuai bagi diri penulis sendiri, yaitu beli saham pada harga murah, dan jual ketika harganya tinggi. Penulis sendiri apabila ditanya kenapa metode ini disebut metode paling sesuai dengan diri penulis, mungkin akan menjawab bahwa ini satu-satunya metode yang saya temui yang memberikan rasa was-was paling minim. Anda yang berpengalaman di dunia pasar modal pasti sering mengalami perasaan was was ini, terlebih lagi para pemain saham pemula. Setelah membeli saham, bisa hampir setiap saat mengecek harga saham yang dibelinya tersebut. Perasaan was-was ini muncul karena ketidakyakinan kita terhadap pilihan kita sendiri. Dan untuk bisa merasa yakin bahwa ini saham harganya akan naik dan tidak turun, tentunya kita harus yakin bahwa saham yang kita beli tengah berada di harga termurahnya dimana para pemilik saham tersebut sudah tidak mau menjual lagi sahamnya karena merasa harganya sudah terlalu murah, dan seharusnya saham ini layak dijual di harga yang lebih tinggi. Apabila suatu saham telah mencapai kondisi ini, maka saham tersebut tidak akan turun lebih lanjut, bahkan bisa rebound apabila banyak investor lain yang justru sangat berminat untuk membeli karena harganya yang murah tadi. Permasalahannya adalah, bagaimana cara kita menentukan apabila harga suatu saham sudah murah atau masih mahal, dan berapa harga normal saham tersebut?

Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, ada beberapa hal dasar yang harus kita pahami terlebih dahulu. Pertama yaitu istilah Ekuitas. Apa itu ekuitas?

Singkatnya, ekuitas adalah modal yang diberikan kepada perusahaan oleh para investor dimana nantinya modal tersebut harus dikelola untuk memberikan keuntungan bagi perusahaan dan investor tadi. Ekuitas ini sering juga disebut aset bersih. Modal tadi kemudian dibagi-bagi kedalam bentuk (seolah-olah) lembar saham. Misal, saya ingin mendirikan suatu perusahaan, dan butuh modal 100 juta, dan saya berhasil membujuk sekitar 5 orang teman saya untuk memberikan modal ke perusahaan saya, agar perhitungan modal tadi lebih sederhana dan kedepannya gampang dihitung perkembangannya (gak mungkin dong setelah modal diputar untuk menghasilkan uang, jumlahnya akan tetap 100 juta) maka 100 juta tadi saya bagi menjadi 100 lembar, sehingga tiap lembar modal tadi harganya menjadi 1 juta. Dan anggaplah masing-masing teman saya tadi mau memberikan modal 25 juta, maka masing-masing teman saya akan mendapatkan 25 lembar saham.

Simpelnya begitulah pemahaman dasar dari ekuitas yang dapat kita baca di laporan keuangan suatu perusahaan terbuka. Sebagai contoh, kita ambil sebuah emiten pelat merah yaitu Waskita Karya. Anda dapat mendownload laporan keuangannya langsung dari web BEI, yaitu www.idx.co.id dan saya sangat menyarankan setiap informasi yang akan kita gunakan didapat dari sumber resmi seperti dari BEI ini sendiri ataupun dari perusahaannya langsung. Setelah akses ke web tersebut, silahkan anda pilih menu PERUSAHAAN TERCATAT dan kemudian pilih sub menu LAPORAN KEUANGAN DAN TAHUNAN.


Setelah itu Anda dapat mengetikkan Kode/Nama perusahaan dan memilih jenis laporan berupa "laporan keuangan" dan memasukan tahun "2018" serta periode "triwulan 1" seperti gambar di bawah.


Setelah selesai mendownload, Anda dapat langsung menuju bagian "Laporan Posisi Keuangan" yang berada dibagian-bagian awal dokumen, dimana pada bagian ini Anda dapat melihat laporan mengenai posisi liabilitas dan ekuitas Waskita Karya. Untuk saat ini kita lewatkan bagian liabilitas, dan langsung menuju ke bagian Ekuitas. Bagian yang perlu kita perhatikan adalah Jumlah Ekuitas yang Dapat Diatribusikan kepada Pemilik Entitas Induk, bukan Jumlah Entitas yang dibawahnya, karena jumlah ini merupakan jumlah ekuitas total yang juga dimiliki oleh pihak-pihak lain yang turut serta memberikan modal,dalam kasus ini, ke anak-anak perusahan Waskita. Dapat dilihat pada gambar dibawah jumlah ekuitas Waskita adalah Rp. 15,5 Triliun dan jumlah lembar saham yang telah disetor penuh modalnya oleh para investor yaitu sebanyak 13,5 Milyar lembar saham.

Dan perlu penulis tekankan, bahwa dua komponen ini berperan penting dalam menentukan mahal atau tidaknya sebuah saham. Tetapi sebelum itu, kita ubah pertanyaan yang tadi diajukan dibagian awal tulisan ini. Bukan untuk menentukan harga saham tersebut murah atau mahal. Tetapi berapa harga wajar suatu saham? 

Nah, pertanyaan ini dapat kita jawab dengan kedua komponen di atas, yaitu jumlah ekuitas dan jumlah lembar saham yang modalnya sudah disetor penuh oleh investor ke perusahaan. Anda hanya perlu membagi nilai ekuitas tersebut dengan jumlah lembar sahamnya, dalam contoh ini, maka nilai wajar satu buah lembar saham WSKT adala 15,5 T/13,5 M = 1148. Angka 1.148 inilah yang kemudian dikenal dengan istilah BVPS (Book Value Per Share) atau Nilai Buku per Lembar Saham.

Nilai BVPS inilah yang sebenarnya Anda beli ketika membeli sebuah saham, dengan kata lain, idealnya Anda membeli sebuah saham dengan harga yang sama dengan nilai BVPS. Anggaplah saat ini WSKT dijual di pasar modal dengan harga senilai 1.148 dan kemudian Anda membelinya. Maka bisa dibilang bahwa Anda membeli WSKT di nilai PBV = 1. Untuk menghitung PBV ini ya tinggal bagi aja harga WSKT di pasaran dengan nilai BVPS nya. Nah, inilah jawaban berapa harga wajar suatu saham seharusnya.

Tapi kemudian Anda akan bertanya, "Kok harga WSKT selalu di atas nilai BVPSnya? Gak pernah tuh nyentuh harga sekitar 1.100an, terakhir malah udah lama banget tahun 2014 lalu". Nah, disinilah dimulai hukum penawaran dan permintaan seperti di pasar-pasar 😊


2. Ekspektasi

Oke, kenapa judulnya ekspektasi, karena inilah kata yang penulis rasa paling tepat untuk menggambarkan kenapa harga WSKT selalu di atas nilai BVPSnya. Apa maksudnya?

Jadi begini, di atas penulis sudah sebutkan sekilas hukum penawaran dan permintaan yang membentuk suatu harga. Di pasar modal, apabila orang yang berminat untuk membeli suatu saham lebih banyak dari orang yang berminat untuk menjual sahamnya, maka dapat dipastikan harga saham tersebut akan naik. Dan sebaliknya, apabila orang yang ingin menjual sahamnya lebih banyak dibandingkan orang yang berminat membeli, maka harga sahamnya akan turun. Persis seperti yang terjadi di pasar-pasar sekitar kita.

Lalu di pasar modal, apa yang menyebabkan orang-orang banyak berminat terhadap suatu saham? Seperti saat ini harga saham WSKT yang berkisar antara 1700-2000 yang jauh lebih mahal dibandingkan harga wajarnya, kenapa ada orang yang mau membeli WSKT di harga tersebut? Ekspektasi lah jawabannya. Orang-orang mau membeli WSKT di harga yang jauh lebih mahal dari nilai bukunya karena mereka merasa perusahaan tersebut memberikan ekspektasi keuntungan dan pertumbuhan kepada para investornya. Lalu ekspektasi seperti apa yang diharapkan para investor?

Nah, bayangkan ada seorang teman Anda yang punya suatu usaha dan meminta Anda  menyuntikkan modal ke usahanya tersebut. Sebagai calon pemberi modal, apa yang Anda harapkan dari modal yang akan Anda tanamkan tersebut? Tentu saja Anda akan bertanya-tanya kepada teman Anda tersebut, mencari tahu prospek bisnis usahanya, secara historis berapa pendapatannya, berapa laba bersihnya, dan yang terutama, berapa rasio profitabilitas usaha teman Anda tersebut?

Katakanlah Anda akhirnya tertarik untuk menanamkan modal di usaha teman Anda tersebut karena teman Anda menjanjikan keuntungan 20 Juta apabila Anda menanamkan modal sebesar 100 Jt. Dengan kata lain, Anda mendapatkan return 20%, dan dalam dunia pasar modal, istilah ini disebut dengan Return on Equity (RoE) sebesar 20%. Dengan kata lain, dalam 5 tahun Anda akan balik modal dari usaha yang ditawarkan teman Anda tadi!

Nah, inilah yang disebut ekspektasi. Dan ini lah salah satu penyebab kenapa harga WSKT tadi selalu di atas 1100. Coba Anda hitung RoE dari WSKT beberapa tahun terakhir, caranya gampang, tinggal membagi laba tahun berjalan dengan nilai ekuitas tadi di atas. Sebagai contoh di bawah, pada LK Q1 Waskita mengumpulkan laba tahun berjalan (ambil nilai laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk, karena inilah nilai laba milik Anda) sebesar 1,52 T. Karena ini LK kuartal 1, maka gampangnya tinggal kali 4 untuk mendapatkan nilai laba tahun berjalan selama 1 tahun. Sehingga nilai laba setahun menjadi ~6 T kemudian dibagi dengan ekuitas di atas, kira-kira nanti pada akhir tahun nilai RoE WSKT akan menjadi sebesar 39%.

Lalu silahkan Anda hitung nilai RoE WSKT sampai dengan 4 tahun lalu, Anda akan mendapatkan bahwa RoE WSKT selalu di atas 10%. Inilah salah satu penyebab kenapa harga WSKT di atas nilai bukunya, karena ekspektasi para investor bahwa WSKT mampu memberikan return di atas 10% seperti selama ini. Dan kenapa saya bilang salah satu, karena ada berbagai faktor lain yang membentuk ekspektasi ini, seperti brand image, history perusahaan, produk-produk yang terkenal dan laris, dan lain-lain. Anda tentu tahu dengan produk-produk Unilever yang sering Anda pakai sehari-hari, lalu silakan Anda lihat berapa PBV Unilever.

Oke cukup segitu dulu untuk tulisan kali ini karena saya rasa sudah terlalu panjang. Di lain kesempatan akan kita bahas bagaimana menentukan sebuah saham murah atau mahal, dan kapan waktu yang tepat untuk membeli dan menjual saham 😉

No comments:

Post a Comment